POLSUSWASKIANA – KALTENG. Barito .Timur. Berbekal Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia Nomor Registrasi : 0337/LM/Vlll/2019/JKT bulan November 2019 yang ditanda tangani oleh anggota Ombudsman RI Laode ld, warga Barito Timur (Bartim) propinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggugat PT. Pertamina (persero) atas kepimilikan Sertifikat tanah.
Pasalnya ada 12 Sertifikat Hak Pakai yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Kalimantan Tengah diduga Maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum dan penyimpangan prosedur dalam penerbitan Sertifikat.
Sementara 5 Sertifikat Hak Pakai yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Barito Timur (Bartim) juga diduga Maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum dan penyimpangan prosedur dalam penerbitan Sertfikat.
Bertempat di Balai Pertemuan Lintas Batu bara di Desa Murutuwu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur (Bartim) propinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Senin, (21/3/2022) puluhan warga menyatakan sikap akan menggugat PT. Pertamina (persero) dan sejumlah petinggi negara lainnya.
M. Kornelius (63) selaku Pelapor saat diwawancarai wartawan usai Sosialisasi Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia membenarkan bahwa masyarakat pada kawasan Jalan sepanjang 60 Km, dari Desa Bentot, Kecamatan Patangkep Tutui sampai Desa Telang Baru, Kecamatan Paju Epat menggugat PT. Pertamina (persero) dan sejumlah pejabat negara akibat diduga kuat adanya Maladministrasi terhadap penerbitan 17 Sertfikat Hak Guna Pakai.
” saya selaku pelapor bersama semua warga yang merasa dirugikan akibat terbitnya 17 Sertifikat yang diduga kuat terjadi Maladministrasi, kami akan mengambil langkah hukum supaya 17 Sertifikat itu dibatalkan” tegas M. Kornelius.
Lanjut M. Kornelius Pemerintah harus hadir atasi persoalan ini, dan jika persoalan berlarut maka bisa jadi menimbulkan konflik yang berkepanjangan dikemudian hari tutupnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI H Boyamin Saiman datang ke Kabupaten Barito Timur untuk mendampingi warga setempat yang mengklaim hak atas lahan di Jalan Hauling dari Desa Bentot Kecamatan Patangkep Tutui hingga Desa Telang Baru Kecamatan Paju Epat. Sertifikat hak pakai atas lahan tersebut saat ini dimiliki oleh PT Pertamina.
Dalam kunjungannya ke Desa Murutuwu, Boyamin turut menghadiri acara ritual adat Isampulau Balai Pertemuan Lintas Batubara dan Ngempu Tumpuk Natat sekaligus sosialisasi Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI yang menyatakan terbitnya 17 lembar sertifikat hak pakai atas nama PT Pertamina.
“Saya melihat dalam masalah ini, kepentingan utama harus masyarakat, jadi masyarakat ini kan juga dulu yang pemilik lahan-lahan semua di tempat ini dan kalau sekarang ada tambahan, ada yang mengakui, dari Pertamina mengakui punya jalan itu, kembali kepada masyarakat bagaimana,” ujar Boyamin saat diwawancarai usai acara.
Karena itu, dia menegaskan kehadirannya di Barito Timur untuk membela masyarakat menuntut hak-haknya untuk mencapai kesejahteraan.
“Apakah ada bentuk kerja sama atau apa, tapi kalau saya paling tinggi bahwa lahan ini dikembalikan pada masyarakat, dan kemudian juga berikutnya selalu pengelolaan (jalan hauling) itu dikembalikan kepada pemerintah daerah,” lanjutnya.
Dia mencontohkan, selama ini, aset sitaan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK seperti lahan, gedung, alat berat diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola bagi kesejahteraan masyarakat.
“Saya akan minta Pertamina untuk menyerahkan kepada Bupati untuk dikelola sebagai jalan umum, soal nanti bagaimana bentuknya memberikan kesejahteraan masyarakat, nanti biar Bupati yang mengurus,” sambungnya.
Dia berharap, perusahaan-perusahan tambang yang ada di Barito Timur bermitra dengan masyarakat secara perorangan maupun lewat koperasi, sehingga bukan saja menerima masyarakat lokal sebagai karyawan.
“Saya sampai bermimpi memperjuangkan nanti izin-izin tambang itu adalah milik koperasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Theodore Badowo, salah satu pemilik lahan yang dilewati Jalan Hauling menyampaikan ucapan terima kasih atas kedatangan Koordinator MAKI ke Barito Timur. Dia menilai Boyamin Saiman selama ini selalu membantu masyarakat dalam berbagai masalah, terutama masalah-masalah hukum.
Sekadar diketahui, kegiatan di Desa Murutuwu tersebut juga dihadiri oleh para pemilik lahan, Dinas Perhubungan Barito Timur, kepala desa, tokoh adat, tokoh masyarakat dan undangan lainnya.
Jalan PT. Pertamina (Persero) diduga maladminitrasi. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) H. Boyamin Saiman, yang siap membantu warga masyarakat pemilik lahan di jalan hauling dari Desa Bentot Kecamatan Patangkep Tutui hingga Desa Telang Baru Kecamatan Paju Epat diwilayah Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah, dengan adanya sertifikat hak pakai dimiliki oleh PT. Pertamina.
Dari pantauan awak media tampak terlihat, Boyamin Saiman mengikuti langsung acara ritual adat “Isampulau Balai Pertemuan Lintas Batubara dan Ngempu Tumpuk Natat” sekaligus sosialisasi Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI yang menyatakan terbitnya 17 lembar sertifikat hak pakai a/n PT. Pertamina adalah maladministrasi di balai pertemuan jalan lintas batubara Desa Murutuwu Kecamatan Paju Epat,
“Saya melihat masalah ini, kepentingan utama harus masyarakat, jadi masyarakat inikan juga dulu yang pemilik lahan-lahan semua di tempat ini dan kalau sekarang ada tambahan, ada yang mengakui, dari Pertamina mengakui punya jalan itu, kembali kepada masyarakat bagaimana,” ucap Boyamin saat diwawancarai wartawan.
Saya bersama masyarakat membela bagaimana menuntut hak-haknya, yang penting kesejahteraan masyarakat itu tercapai.
Dilanjutkannya, apakah ada bentuk kerjasama atau apa, tapi kalau saya paling tinggi bahwa lahan ini dikembalikan pada masyarakat dan kemudian juga berikutnya selalu pengelolaan itu dikembaliakn kepada pemerintah daerah jalan yang dipersengketakan ini.
“Saya hanya melihat itu, karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja biasa menyerahkan lahan, gedung dan lainnya, juga alat berat kepada pemerintah daerah dari hasil yang diperoleh di KPK, hasil korupsi kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk dikelola di berikan pada masyarakat juga,” ungkapnya.
Kalau ini Pertamina katakanlah sudah tidak memakai dan tiba-tiba timbul sertifikat hak pakai, ini menurut saya satu yang tidak benar.
Maka saya, akan minta Pertamina untuk menyerahkan kepada Bupati untuk dikelola sebagai jalan umum, soal nanti bagaimana bentuknya itu memberikan kesehatan masyarakat, nanti biar Bupati yang mengurus.
tanaman, belum pernah ada upacara penggantian,” tuturnya.
Harusnya pemerintah pusat termasuk Pertamina menghormati hak-hak adat itu dan putusan Mahkamah Konstitusi sudah mengatakan, rakyatlah yang paling berdaulat akan tanah, ya sudah kita perjuangkan untuk itu dan sampai datang ke sini itu memang saya melihat masyarakat memang lebih berhak untuk mendapatkan kesejahteraan itu.
“Saya ke beberapa tempat melihat, masyarakat itu hanya penonton terhadap proses penambangan misalnya, tapi setidaknya nasyarakat sini sudah menjadi mitra, itu sudah lebih baik, kemarin saya membela di Tapin itu sudah menjadi mitra, sehingga bisa berbisnis juga dalam pengangkutan dan mereka bisa menjadi lebih sejahtera, jadi tidak hanya menjadi karyawan,” terang Boyamin.
Semestinya minimal seperti ini, bahwa tambang-tambang ini bermitra dengan masyarakat, minimal untuk pengangkutan, lebih besar lagi nanti kalau berpikir habis, dicabut diberikan kepada koperasi-koperasi masyarakat dan masyarakatlah yang akan menikmati keuntungan lebih besar.
“Saya sampai bermimpi memperjuangkan nanti izin-izin tambang itu adalah milik koperasi,” harapnya.
Menurut Ombudsman bahkan “ada pemalsuan”, karena prosesnya dari lahan yang tidak ada ukurannya dibuat ukurannya, tadinya cuma 24 hektar, tiba-tiba jadi 78 hektar, kalau Ombudsman mengistilahkan itu maladministrasi, banyak hal-hal yang disimpangi, kalau menurut saya itu ada dugaan banyak pemalsuan.
Bahkan saya berencana menpuh upaya hukum kepada kepolisian sebagai bentuk pemalsuan, karena nyatanya merugikan masyarakat, setidaknya masyarakat yang punya lahan yang tadinya jalan hanya lebar 6 meter, tiba-tiba menjadi 20 meter, berartikan ada 14 meter kanan kiri jalan milik masyarakat.
Akibatnya masyarakat dirugikan karena tercaplok oleh sertifikat hak pakai tadi dan dulu pihak Pertamina kan dulu pernah ada perjanjian dengan pihak swasta menerima uang, nah itu akan saya masalahkan uang itu masuk kemana
Jangan sampai ada istilah teman-teman tadi “ada penumpang gelap” yang memanfaatkan ini semua masyarakat yang jadi korban, yang paling utama sertifikat ini dibatalkan, maladministrasi, kalau bahasa saya ada dugaan pemalsuan, beber Boyamin.
Sementara Thedora Badowo, selaku inisiator dan juga salah satu pemilik lahan menyampaikan bahwa H. Boyamin Saiman selalu membantu masyarakat dalam berbagai masalah, terutama masalah-masalah hukum dan sebagainya.
“Boyamin Saiman juga mau datang kesini karena kami undang dan bisa hadir, ini merupakan suatu kehormatan bagi kita, karena beliua mau memperjuangkan masyarakat itu yang utama,” ucap Badowo.
Diteruskannya, kalau Ombudsman sendiri sudah meneropong, menelisik masalah ini, maka munculah Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) No Registrasi : 0337/LM/VIII/2019/JKT yang menyatakan bahwa sertifikat hak pakai Pertamina sebanayak 17 lembar itu adalah maladministrasi.
“Mengalahi hukum administrasi yang ada, sehingga seharusnya itu batal demi hukum. Tapi apa yang disampaikan Ombudsman itu memang bukan eksekusi, karena yang mengeksekusi adalah pihak pengadilan”, jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan Badowo, bagaimana eksekusi itu bisa dilaksanakan oleh pengadilan, masyarakat yang merasa punya hak, punya sertikat, SKT rame-rame menggugat untuk menggugugurkan sertifikat hak pakai itu, karena negara kita negara hukum.
Jadi kesimpulan sosialisasi hari ini diantanya satu, bagaimana menggugurkan sertifikat hak pakai, yang kedua bagaimana masyarakat bisa memperoleh kesejahteran dari lalulintas jalan yang digunakan oleh perusahaan.
Ketiga, sebagaimana anjuran yang disampaikan Boyamin Saiman agar masyarakat membentuk sebuah koperasi untuk pengelolaan jalan sebagai payung hukumnya, soal pengutan harus sesuai Perda jadi tidak bisa ditentukan sendiri, tutup Badowo mengakhiri wawancara.
Pada kegiatan tersebut tampak hadir pemilik lahan, Dinas Perhubungan, Kepala Desa, tokoh adat, tokoh masyakat dan undangan lainnya.ujarnya.(cris/tim Redaksi)