Kisah Rayhan, Mahasiswa Tunanetra Wisudawan Terbaik Ilmu Hukum UIN JakartaBaca artikel detikedu, “Kisah Rayhan, Mahasiswa Tunanetra Wisudawan Terbaik Ilmu Hukum UIN Jakarta”

POLSUSWASKIANA – DKI, JAKARTA. Kabar hebat dari kaum tunanetra yang menjadi sorotan mata pembaca kali ini adalah sesosok Rayhan Naufaldi Hidayat yang lulus dengan IPK 3.94 sebagai Wisudawan Terbaik tingkat Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ia merampungkan studi dengan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Alat Bantu Coblos bagi Tunanetra dalam Pemilihan Umum Serentak 2019 di Jakarta Selatan. Bagaimana kisah mahasiswa tunanetra ini sekolah di sekolah umum, kuliah di UIN Jakarta, hingga menjadi lulusan terbaik?

Kelahiran Surabaya, 9 Januari 2000 ini menuturkan, ia semula adalah orang awas, istilah bagi orang yang bisa melihat. Di kelas 6 SD, saat sibuk persiapan Ujian Nasional (UN), bimbingan belajar (bimbel), dan futsal, ia terkena tipes dan Guillain-Barre Syndrome (GBS). Penyakit langka ini mengganggu sistem imun Rayhan dan menyerang saraf.

Sindrom GBS di antaranya membuat Rayhan sempat lumpuh dan kelak harus diterapi selama 6 bulan sambil menempuh awal kelas 7 di Madrasah Pembangunan, Tangerang Selatan. Ketika sudah bisa kembali berjalan, saraf penglihatannya mengecil, sehingga ia mengalami buta total.

Baca artikel detikedu, “Kisah Rayhan, Mahasiswa Tunanetra Wisudawan Terbaik Ilmu Hukum UIN Jakarta” selengkapnya https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6117266/kisah-rayhan-mahasiswa-tunanetra-wisudawan-terbaik-ilmu-hukum-uin-jakarta.

Rayhan mengatakan, kendati orang tuanya menawari untuk istirahat studi sementara, ia yang masih di kelas 6 SD menolak karena tidak ingin jadi adik kelas teman-temannya. Baginya, ini salah satu momen yang membentuk mentalnya hingga kini.

Agar tetap bisa belajar, sambungnya, ia mulai belajar huruf braille dan bergabung dengan Yayasan Mitra Netra saat SD. Di samping membaca dengan huruf braille, Rayhan juga menggunakan teknologi dan bantuan teman serta gurunya agar dapat bersekolah di sekolah umum.

“Aku kurang cocok, lama banget bacanya, hehe. Masih bisa sampai sekarang, jadi tetep sambil baca-baca (pakai huruf Braille) kalau lagi mau. Tapi kalau kuliah dan sekolah di sekolah umum, pakai teknologi dan bantuan teman jadi bisa sama sistem (belajar)nya sama mereka (orang awas). Jadi mereka berjalan kita berlari (dengan teknologi dan bantuan teman)” kata Rayhan pada detikEdu, Rabu (8/6/2022).

Rep/700YCE.

Totop Troitua ST

Pendiri MB PKRI CADSENA dan Owner PT MEDIA PKRI CYBER