POLSUSWASKIANA – NUSANTARA, AKHIR-AKHIR ini kita dihebohkan oleh salah satu tamu yang tidak diundang, sebut saja identitasnya covid-19. Berbagai sepekulasi bermunculan hal ikhwal kehadiran tamu tersebut. Tidak jarang orang bersepekulasi bahwa ada misi terselubung dari segelintir orang di balik itu semua.
Ada juga yang sungguh moderat memandangnya, bahwa itu semua adalah peristiwa alami dimana sang Khalik lagi berpaling pada ciptaan agungNya.
Ada kata-kata bijak mengatakan, di balik semua perubahan pasti ada hikmatnya. Hal ini dapat kita saksikan dari berbagai perubahan pola dan gaya hidup, cara berfikir, memandang, berhayal, dan bertindak.
Salah satu yang menarik adalah bagaimana dampak dan pengaruh perilaku dan pola hidup masyarakat, terlepas dari takarannya apakah konstruktif dan produktif, sebagai akibat perkembangan teknologi informasi di bidang komunikasi dan bisnis.
Persoalan tatap muka, yang menimbulkan kerumunan, lenyap dengan adanya pendekatan daring atau virtual, bahkan ada yang hibrid (daring dan luring).
Panggungnya makin menjadi-jadi menjelajahi ruang-ruang gelap yang selama ini belum tersentuh khalayak banyak. Tidak jarang bermuculan pemikiran yang hampir tidak mampu dicerna kaum awam dan duafa. Para praktisi, secara diam-diam mulai menggugat, kami butuh jembatan agar ada tangga atau jalan menuju pemikiran yang membumi.
Tukang gorga pada dasarnya suka karya-karya nyata dengan harapan mampu memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Apakah segelintir orang yang bersenandung di menara gading sana tidak berkontribusi dalam perbaikan berbagai hal yang belum tersentuh? Tentu mereka ambil bagian. Yang menjadi renungan dan tantangan adalah, ada tidak yang mampu menjembati antara tukang gorga hayalan tadi agar menjadi gorga yang membumi alias menjadi ‘gorga portibi’.
Kehadiran dan inovasi di berbagai perubahan teknologi mampu mempermudah adanya proses transformasi dari tukang gorga langit menuju gorga portibi. Tukang gorga langit karyanya hampir tidak terdefinisikan atau tidak berbekas di langit, disisi lain tukang gorga portibi masih meninggalkan jejak di bumi walau terkadang sebatas coretan tiada arti alias sekedar lipstik.
By Kadiman ‘kale-kelor’ Pakpahan, sang pemimpi.